Selasa, 09 September 2014

contoh resume skripsi

RESUME SKRIPISI
Dalam rangka untuk memnuhi tugas pada mata kuliah
Seminar Pendidikan Akuntansi






Oleh :
SITI INDAH LESTARI
7101408102

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
Judul skripsi :
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA SMA NEGRI I GUNUNG SINDUR
Penyusun skripsi :
Arif Rahman Tanjung
102018224171
Dosen pembimbing :
Yefnelty Z, M.P.D
NIP.150 209 382
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 H /2006 M

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Berdasarkan masalah di atas, maka berbagai pihak mempertayakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dan berbagai pengamat dan analisis, ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengelami peningkatan secara merata.1 Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendididjkan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkanoutput yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap input pendidikan sepertipelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana prasaranaperbaikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratissentralistik, sehingga meningkat sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan yang
tergantung pada keputusan birokrasi-birokrasi. Kadang-kadang birokrasi itu sangat panjang dan kebijakannya tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Maka akses dari birokrasi panjang dan sentralisasi itu, sekolah menjadi tidak mandiri, kurangya kreatifitas dan motivasi. Ketiga, minimnya peranan masyarakat khususnya orang tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan, pratisipasi orang tua selama ini dengan sebatas pendukung dana, tapi tidak dilibatkan dalam proses pendidikan seperti mengambil keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake holder yang berkepentingan dengan pendidikan. Keempat, krisis kepemimpinan, dimana kepala sekolah yang cenderung tidak demokratis, sistem topdown
policy baik dari kepala sekolah terhadap guru atau birokrasi diatas kepala sekolah terhadap sekolah.2 Munculnya paradigma Guru tentang manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas. Hal ini sangat memungkinkan dengan dikeluarkannya UU pemerintah no. 22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU no.32 tahun 2004 yaitu undang-undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP no. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemda dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal. Pola bidang pendidikan diatas oleh UU No.20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional dengan pasal 51 menyatakan .pengadaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan agar, dan pendidikan menengah didasarkan pada standar
pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.3 Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil kepurusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan anatara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figure pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap
kelomponya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan.4 Dalam Manajemen berbasis sekolah dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting. Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang
dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan.5 Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan.6 Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditinjukan oleh pemimpin dan diketahui pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian .Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Pada SMAN I GUNUNG SINDUR.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpian kepala sekolah dalam penerapan MBS di Sekolah Menengah Atas Negeri Gunung Sindur kec. Gunung Sindur Kabupaten Bogor .
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?
2. Bagaimana sikap guru dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?
3. Bagaimana dukungan birokrasi pendidikan dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?
4. Bagaimana kebijakan pemerintah tentang penerapan manajemen berbasis sekolah?
5. Bagaimana budaya sekolah untuk mendukung penerapan manajemen berbasis sekolah?
6. Bagaimana kesiapan anggaran dalam mendukung penerapan manajemen berbasis sekolah?

BAB II
KERANGKA TEORI TENTANG KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH
A. KEPEMIMPINAN
1. Pengertian
Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dikatakan Hani Handoko bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka.1 Bagaimanapun juga kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat
mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan tehnik-tehnik kepemimpinan efektif, Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti . being a leader power of leading . atau the qualities of leader.2
2. Pendekatan Kepemimpinan
Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional.6 Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud
mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasii kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi
yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni
tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan
meningkatkan kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya.
Macam-macam gaya kepepimpinan:
a. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan
b. Gaya Managerial Grid
c. Teori Kepemimpinan Situasional
d. Gaya Kepemimpinan Fiedler
e. Gaya Kepemimpinan Kontinum.
f. Gaya Kepemimpinan menurut Likert
g. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS
B. Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian
Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris School- Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi MBS tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan Sekolah. Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri. Secara umum manajemen berbasis sekolah/Sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
2. Alasan dan Tujuan
Menurut bank dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara lain alasan ekonomis, politis, professional, efisiensi administrasi, finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah. Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.17 Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan ketrampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraanya pula.
3. Strategi Implementasi MBS
MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat
keputusan.19 Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat Sekolah setempat. Karena siswa biasanya datang dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian Sekolah harus ditujukan pada asas pemerataan (peluang yang sama untuk memperoleh kesempatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik) Di lain pihak, Sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Ciri-ciri MBS, bisa diketahui antara lain dari sudut sejauh mana Sekolah dapat
mengoptimalkan kemampuan manajemen Sekolah, terutama dalam pemberdayaan sumber daya yang ada menyangkut Sumber Daya Kepala Sekolah dan Guru, partisipasi masyarakat, pendapatan daerah dan orang tua, juga anggaran Sekolah ,
Secara konsepsional Manajemen Berbasis Sekolah diharapkan membawa dampak terhadap peningkatan kerja Sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan kesempatan, dan pencapaian tujuan politik (perkembangan iklim demokrasi) suatu bangsa lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif, administrasi,
manajemen dan anggaran pendidikan. Konsekuensi penerapan manajemen berbasis Sekolah (MBS) menjadi tanggung jawab dan ditangani oleh Sekolah secara profesional. Aspek-aspek yang menjadi bidang garapan Sekolah meliputi:
a. Perencanaan dan evaluasi program Sekolah,
b. Pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif,
c. Pengelolaan proses belajar mengajar,
d. Pengelolaan ketenagaan
e. Pengelolaan perlengkapan dan peralatan,
f. Pengelolaan keuangan
g. Pelayanan siswa
h. Hubungan Sekolah-masyarakat
i. Pengelolaan iklim Sekolah.
Menurut Buku pedoman MBS yang diterbitkan Ditjen Kelembagaan Agama Islam, 2004. ada empat tahapan implementasi MBS, yaitu sosialisasi, piloting, pelaksanaan, dan diseminasi.
Impelementasi MBS di Indonesia perlu didukung oleh perubahan mendasar dalam kebijakan pengelolaan Sekolah, dengan memperhatikan iklim lembaga yang kondusif, otonomi Sekolah, kewajiban Sekolah,kepemimpinan kepala Sekolah yang demokratis dan professional, serta partisipasi masyarakat dan orangtua peserta didik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan pendidikan di Sekolah.
4. Komponen MBS
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Depag RI lebih mendapatkan kata kunci diberlakukannya MBS, yaitu terletak pada empat komponen :
a. Pelimpahan dan Pembagian Wewenang
b. Informasi Dua Arah dan Tanggung Jawab Untuk Kemajuan
c. Bentuk dan Distribusi Penghargaan
d. Penetapan Standar Pengetahuan dan Keterampilan
5. Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi MBS
Dalam buku Pedoman Manajemen Berbasis Sekolah dikaitkan bahwa keberhasilan pelaksanaan MBS sangat dipengaruhi oleh berbagai fakta,baik faktor internal maupun eksternal. Antara lain :
a. Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan
b. Gerakan Peningkatan Kualitas Pendidikan Yang Dicanangkan Pemerintah
c. Gotong Royong Dalam Kekeluargaan
d. Potensi Kepala Sekolah.
e. Organisasi Formal dan Optimal
f. Organisasi Profesi
g. Harapan Terhadap Kualitas Pendidikan
h. Input Manajemen
Pada buku pedoman implementasi manajemen berbasis Sekolah yang diterbitkan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Jakarta, 2002. bahwa faktor pendukung keberhasilan MBS terdiri dari :
a. Kepenmimpinan dan manajemen Sekolah yang baik.
b. Keadaan social ekonomi dan penghayatan masyarakat terhadap pendidikan,factor luar yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah keadaan tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat.
c. Dukungan pemerintah, hal yang sangat menentukan tingkat keberhasilan penerapan MBS terutama bagi Sekolah yang kemampuan orangtua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan perannya terhadap penyelenggaraan pendidikan.
d. Profesionalisme,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain dan Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti dikomparasikan dengan teori yang ada. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam menganalisis data menggunakan model strategi analisis deskriptif analitik.
B. Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini penulis terhadap buku:
1. Dari perspektif akademis, penelitian ini akan mengambil literatur gaya kepemimpinan dan MBS.
2. Dilihat dari segi praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi pedoman bagi para kepala sekolah.
3. sebagai salah satu solusi alternatuf terhadap permasalahan kualitas pendidikan.
C. Langkah-langkah Penelitian
1. Persiapan
a. Penyusunan Proposal.
b. Pengurusan Izin Penelitian.
c. Pemilahan Informasi Penelitian.
d. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Kegiatan.
e. Pengembangan Pedoman Pengumpulan Data.
2. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data dilokasi penelitian dengan menggunakan observasi wawancara, quesioner, dan analisis dokumen.
b. Mempelajari dan memahami data yang telah terkumpul .
c. Pengumpulan data lebih lanjut agar lebih fokus.
3. Menganalisis Data
a. Melakukan analisis awal apabila data yang terkumpul telah memadai.
b. Mengembangkan reduksi data temuan.
c. Melakukan analisis data temuan.
d. Mengadakan pengayaan dan pendalaman data.
e. Merumuskan kesimpulan akhir.
f. Mempersiapkan penyusunan laporan penelitian dan menguji keabsahan data.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Perbaikan laporan serta menyusun laporan akhir penelitian.
c. Memperbanyak laporan
D. Proses Pencatatan dan Pengambilan Data
1. Macam-macam Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dari tangan pertama. Data ini berkaitan langsung dengan informan. Misal wawancara dengan kepsek, guru,dan siswa.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah adata yang diperoleh suatu organisasi atau perorangan dari pihak lain yang telah mengumpulkan dan dan mengalihnya, seperti dokumen foto, Cd, disket, buku dan lain-lain.
2. Sampel Penelitian
Berhubung pelaksanaan wawancara mendalam pada penelitian kualitatif memakai waktu yang lama, maka jumlah sample yang dipakai dalam penelitian biasanya sangat terbatas. Untuk mendapatkan informan kunci yang tepat sesuai dengan focus penelitian, maka informan diambil berdasarkan perposive sampling (pengambilan sampel sesuai kebutuhan). Sumber informasi dalam penelitian diambil baik dari data primer maupun sekunder. Sumber Informasi Kunci
(Key Informan), yaitu Kepala sekolah dan Sumber Informasi Penunjang (Supportive Informan ), yang terdiri dari guru, komite sekolah, dengan perincian: I orang Kepala Sekolah, I orang guru dan I orang TU serta I orang Komite sekolah.
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk membaca naskah dalam bentuk buku, majalah atau tulisan-tulisan lainnya yang diterbitkan secara umum yang berkenaan dengan penelitian gaya kepemimpinan dan penerapan manajemen.
b. Wawancara
Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara (interview guide) berupa daftar pokok-pokok pertanyaan yang harus tercakup oleh pewawancara selama wawancara berlangsung. Diperlukan fleksibilitas yang luas berkenaan dengan sikap, susunan dan bahasa pada saat pewawancara melakukan tugasnya. Pedoman wawancara terbagi menjadi dua model yaitu, model pertama atau model A ditujukkan kepada key informan, yaitu Kepala Sekolah dan Model B ditujukan kepada informan penunjang yaitu guru, siswa dan komite sekolah. Wawancara sebagai proses interaksi antara peneliti dengan informan mempunyai peranan penting dalam penelitian kualitatif. Oleh
sebab itu, teknik wawancara yang dilakukan tidak dengan suatu struktur yang ketat, melainkan secara longgar, dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang bersifat terbuka sehingga dapat diperoleh informasi yang lengkap dan mendalam. Kelonggaran ini senantiasa memberi kesempatan kepada informan untuk dapat memberikan jawaban secara bebas dan jujur. Menurut Patton, wawancara semacam ini dapat pula disebut sebagai indept interviewing atau menurut Mc Crachen disebut the long interview.
Dengan teknik wawancara ini akan mendorong terciptanya hubungan baik anatara peneliti dengan informan sehingga sangat membantu dalam upaya memperoleh informasi. Tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kapan Sekolah berdiri dengan sejarah yang melatarbelakanginya, visi dan misi, komitmen guru, persiapan guru dalam kesan anak-anak di SMAN Gunung Sindur, dan berbagai hal yang berkaitan dengan fokus penelitian.
c. Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki Menurut Moleong, secara metodologis manfaat penggunaan pengamatan ini adalah: Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subyek penelitian, menangkap keadaan waktu itu; pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek sehingga memungkinkan pula sebagai peneliti sebagai sumber data; pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subyek.. bservasi ini dilakukan baik secara partisipan maupun non partisipan, yaitu dengan cara peneliti ikut secara langsung dalam setiap proses kegiatan sekolah maupun hanya mengamati setiap kegiatan anak-anak dan guru serta sarana yang digunakan dalam setiap kegiatan persekolahan. Adapun tujuan observasi untuk memperoleh data mengenai penerapan metode active learning dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa, guru, sarana, dan prasarana, penataan ruang kelas, dan kegiatan ekstra kurikuler. Pengamatan dilakukan dalam seluruh aktivitas Sekolah, baik berkaitan dengan pelaksanaan program manajemen sekolah menangkut administrasi, kelembagaan, sarana prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat dan budaya sekolah maupun menyangkut manajemen pembelajaran.
E. Analisis Data
Moleong mengemukakan dalam proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber , yaitu wawancara, pengamatan, dokumentasi sebagai berikut. Setelah itu mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman, kemudian menyusunnya dalam satuan-satuan sambil membuat koding atau pengelolaan data. Dalam proses analisis data penelitian kualitatif terdapat 3 komponen penting,
yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Modul analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif, yaitu analisis yang dilakukan dalam bentuk interaktif dari ketiga komponen. Peneliti menggunakan analisis interaktif dengan alasan karena dalam penelitian kualitatif menggunakan proses siklus, yaitu pada waktu pengumpulan data peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data, kemudian data tersebut
dikumpulkan berupa field notes/catatan dilapangan yang terdiri dari berbagai deskripsi dan refleksi. Kemudian peneliti menyusun peristiwa tersebut reduksi data dan diteruskan dengan penyusunan sajian data yaitu berupa cerita sistematis yang didukung dengan perabot seperti , printer dan dokumen yang lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tipe kepemimpinan kepala sekolah dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SMA Negeri 1 Gunung Sindur dapat dikemukakan sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Gaya kepemimipinan kepala SMA Negri 1 Gunung Sindur kategori dalam tipe kepemimipinan transformasional dengan ciri-ciri antara lain kepala sekolah dalam berbagai hal membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dam memberikan kewenangan berupa kepercayaan kepada para pengikutnya yaitu guru, staf dan karyawan untuk mencapai sasaran, jalannya organisasi bukan digerakan oleh borikrasi tetapi oleh kesadaran bersama hal
ini sejalan dengan MBS dimana kewenangan sekolah dalam pengelolaan sangat luas, juga adanya partisipasi aktif dari stakeholder.
2. Peranan kepala sekolah dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah yang meliputi : kepala sekolah sebagai pemimpin, manajer, pendidik, motivator, administrator, supervisor, dan inovator sangat diperlukan untuk menuju sekolah yang berkualitas.
B. Saran-Saran
1. Kepada pimpinan SMA Negri 1 Gunung Sindur dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk terus mengembangkan lembaga yang dipimpinnya. Disarankan agar prestasi yang sudah dicapai sekarang ini dapat didesiminasikan kepada sekolah lain, sehingga kehadiran SMA Negri ini
dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kemajuan lingkungan di sekitarnya.
2. Kepada para kepala sekolah, disarankan untuk menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu pedoman dalam memimpin sekolahnya. Perlu kiranya dikembangkan manajemen yang sehat sesuai dengan tujuan diterapkannya MBS.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah: Buku I Konsep Pelaksanaan.
Jakarta: Direktorat SLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
AS. Hornby. 1990. Oxford Edvanced Dictionary of English. London: Oxford
University Press.
Costa, Vincent. P. 2000. Panduan Pelatihan untuk Pengembangan Sekolah. Jakarta:
Depdiknas.
Depag RI.2001.Perencanaan Pendidikan Menuju Madrasah Mandiri, Jakarta:
Balitbang
Depdiknas.2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah Umum
Djamaluddin, M. Arif. 1977. Sistem Perencanaan Pembuatan Program dan
Anggaran, Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Effendy, Onong Uchjana. 1977. Kepemimpinan dan Komunikasi. Jakarta: Gunung
Agung.
Flippo, Edwin B. 1984. Personnel Management, sixth edition. New York: Mc. Graw-
Hill Book Company.
Fred C. Lunenburg & Allan C. Ornstein, Education Administration: Concepts and
Practices (California: Wadsworth, Inc).
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan yang Efektif (Yogjakarta:
Gajah Mada University Press, 1995),
Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen edisi 2. Yogyakarta: BPFE
Nitisemito, Alex. 1982. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia
Nurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: PT. Grasindo, cet ke 2,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar